*SAMBUTAN GUBERNUR DKI ANIS BASWEDAN DALAM RAKORNAS IGI 2018 DI JAKARTA CONVENTION CENTER* |
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.
Sungguh saya senang sekali pada hari ini bisa kembali bertemu dengan teman-teman di IGI. Komitmen untuk peningkatan kompetensi guru adalah komitmen kita semua. Begitu kita bicara tentang profesi guru maka semua organisasi profesi harus merujuk pada peningkatan kompetensi, karena itu kuncinya. Dan, laporannya Bang Ramli tadi luar biasa. IGI tidak salah pilih pemimpin untuk mengelola organisasi.
Perasaan saya diwaktu dulu ia terpilih, saya jadi saksi dan saya kenal bang Ramli ketika jauh sebelum aktif di IGI. Lama. Sudah lebih dari 9 tahun. Sekitar 2009 sudah panas eh kenal dan 2009 itu masih aktif sekali.
Saya senang bahwa IGI kemudian makin hari makin berorientasi sebagai organisasi profesi. Bukan sebagai organisasi masa, bukan sebagai organisasi pekerja, dan bukan sebagai organisasi politik. Karena begitu disebut profesi maka harus bisa terus menerus diikuti perubahan zaman. Karena itu kompetensi salah satu filosofi yang ingin ditumbuhkan, bukan ditanamkan.
Filosofi yang ingin ditumbuhkan adalah filosofi bahwa seorang guru adalah seorang pembelajar. Seorang guru harus memiliki semangat belajar terus-menerus. Bila guru berhenti belajar maka berhentilah jadi guru. Bila guru terus belajar, maka jangan pernah berhenti menjadi guru, karena selama dia belajar terus maka semua yang berada di sekitarnya akan merasakan manfaatnya, baik murid dalam artian peserta didik di sekolah maupun orang-orang yang berada disekitarnya, di rumahnya, dan di lingkungannya.
Guru selalu jadi rujukan di rumah, di lingkungannya, dan di tempat dia bekerja. Karena itu kita ingin sekali semangat guru pembelajar ini diteruskan, meskipun namanya sekarang sudah tidak ada di Kemdikbud. Tetapi tidak apa-apa. Yang penting semangat untuk belajar terus-menerus dan pelatihan-pelatihan ini penting sekali.
Kita semua tadi mendengar cerita ilustrasikan dengan baik sekali oleh Bung Ramli. Banyak yang merasa sudah berpengalaman menjadi guru, karena itu mereka bertanya pada diri sendiri, mengapa saya harus belajar lagi. Bukankah tidak perlu lagi? Ini seringkali muncul dan memenuhi benak guru tadi.
Penggambaran tentang pendidikan kita sederhana. Hari ini anak kita hidup di abad 21, gurunya abad 20, ruang kelasnya abad 19. Ya, ruangan yang model abad 19 gurunya abad 20, dan anaknya abad 21. Kita tidak mau belajar bagaimana kita bisa memetik merangsang agar anak-anak ini tumbuh lagi. Bukan menanamkan, bukan membentuk, tapi bagaimana kita merangsang dan menumbuhkan. Dan itu membutuhkan kemampuan keterampilan yang berbeda, karena itu kemauan belajar inilah yang membedakan guru berpengalaman dengan guru yang tak berpengalaman.
Apa bedanya? Sama-sama menjalani menjadi guru, yang satu menjalani guru 10 tahun yang satu menjalani guru 5 tahun, mana yang lebih berpengalaman? Yang sudah guru 10 tahun atau yang 5 tahun? Mana? Berapa? 10 tahun? Yakin? Ayo yakin nggak? Siapa yang lebih pengalaman? Guru yang mengajar 10 tahun atau guru yang mengajar 5 tahun tidak ditentukan oleh lamanya menjadi guru.
Betul. Seorang pengemudi, ada pengemudi yang sudah mengemudikan di Jakarta 5 tahun dan ada yang mengemudikan baru 2 tahun. Mana yang lebih berpengalaman? Yang 2 tahun? Dua tahun separuhnya kurang, tapi setiap hari dia mempelajari daerah mana yang macet, daerah mana yang lancar, perempatan mana yang selalu penuh kendaraan, perempatan mana yang senggang.
Dia perhatikan jam-jam berapa di mana itu patut dilalui atau tidak patut dilalui. Apa yang terjadi jika dia merefleksikan atas apa yang dia jalani diambil hikmahnya? Dia jadikan itu pelajaran untuk perbaikan. Yang 2 tahun lebih berpengalaman daripada yang 5 tahun yang hanya menjalani, tak merefleksikan, tak mencari titik titik dimana itu perlu perbaikan perlu pengurangan perlu penambahan.
Maka jika seseorang sudah menjalani sebagai guru 10 tahun tapi belum tentu dia memiliki pengalaman yang nilainya 10 tahun. Guru yang baru 5 tahun tetapi terus-menerus melakukan refleksi atas prosesnya, maka dia menjadi jauh lebih berpengalaman daripada mereka yang waktu menjadi gurunya lebih panjang.
Karena itu saya sering bandingkan umur orang. Ada umur biologis, ada umur intelektual, ada umur mental. Beda itu. Usia boleh saja 20 tahun, tapi intelektualitas bisa jadi 30 tahun, mental bisa lebih lagi. Jadi kalau jika seseorang lebih matang dan lebih luas wawasan, mungkin usia mengajar 5 tahun, tapi seorang guru pembelajar akan bisa melampaui jumlah tahun masa mengajarnya.
Pertanyaan berikutnya. Ini lagi ada pameran banyak teknologi di sini. Bisakah guru digantikan dengan teknologi?
Tidaaakk…. (Guru peserta rakornas IGI)
Bener?
Benar… (Guru peserta rakornas IGI)
Ah masa? Yakin? Ini semuanya guru soalnya. Mana pula ada yang mau digantikan teknologi? Terus apa pekerjaan guru nanti?
Yakinlah, guru bisa diganti teknologi. Kenapa? Eh salah-salah, pertanyaannya begini, guru macam apa yang bisa digantikan teknologi? Guru yang mengajar repetitif dan begitu-begitu saja bisa enggak? Bisa. Tapi guru yang mengajar dengan inspirasi, penuh refleksi, menggugah, bahwa nilai guru seperti ini tidak pernah bisa digantikan dengan teknologi.
Nah tinggal kita sendiri yang jawab. Kita ini jenis yang mana ya? Jenis guru yang bisa digantikan dengan teknologi atau yang tidak bisa digantikan dengan teknologi? Jika ada di kita-kita, yaitu hanya begitu-begitu terus dari tahun ke tahun, sama terus, maka itulah jenis guru yang akan hilang oleh teknologi. Ini jenis guru yang seperti kipas angin, berputar-putar disekitar itu saja, aktivitasnya seperti rekaman yang tinggal di putar aja. Nanti dosen juga begitu.
Karena itu, teknologi adalah satu instrumen bagi guru pembelajar yang bisa membuat proses belajar mengajar jauh lebih efektif. Bagi guru pembelajar, belajar tidak bisa disamakan dengan mereka para guru yang belum bisa pegang keyboard. Biasanya mereka itu dari sisi durasi mengabdi sudah tinggal sebentar lagi dari mereka.
Jangan dianggap sama, tetapi ambil saja nilainya pengalamannya yang berbeda. Jadi, jangan kita ngomongin sama para para guru yang sudah senior yang gak bisa bahasa Inggris harus kursus bahasa Inggris. Sudahlah, gak usah. Carikan penerjemah, sehingga energi yang dipakai untuk konten, bukan dipakai untuk alat komunikasi. Dan jangan pernah remehkan ini.
Masalah kompetensi beda-beda. Bapak Ibu ketemu orang bijak sekali di sebuah Kampung. Ia tak bisa bercakap bahasa Indonesia. Apa dianggap tidak penting? Tidak. Carikan penterjemah. Ini prinsip pendidikan. Tidak boleh menjadikan ukuran yang satu untuk semua orang. Jangan. Ini prinsip kita.
Karena itu, kita dorong sama-sama pada guru-guru kita untuk jadi pembelajar yang memanfaatkan teknologi. Apalagi berada di tempat seperti ini yang penuh dengan state-of-the-art dalam pendidikan. Jadi bapak ibu semua yang saya hormati. Saya berharap terus jadi garda terdepan untuk meningkatkan mutu. PR-nya masih banyak. Bila guru kualitasnya meningkat. Bila guru menjadi inspirasi di ruang kelas, maka keduanya step berikutnya akan muncul.
Saya sering menyebutnya empat, guru pengajar, guru pendidik, guru inspirator, dan guru penggerak. Kita berharap guru-guru kita bukan hanya pengajar, bukan hanya pendidik, tapi menjadi inspirasi dan menjadi penggerak. Begitu menjadi penggerak, maka apa yang diharapkan dari anak-anak yang akan tumbuh berkembang di kemudian hari akan terjadi.
Dan saya semua percaya salah satu yang menarik dari teman-teman di IGI ini semuanya iuran untuk semua urusan. Semua mau terlibat. Semua mau belajar. Ini swadaya yang luar biasa. Saya berharap usianya panjang. Jika usia harapan hidup orang Indonesia 72 tahun, maka sebagai organisasi pelopor, usia IGI harus jauh lebih panjang, ya kan?
Di rakornas ini juga saya berharap IGI bisa menata karya-karyanya untuk jangka yang panjang. Kalau kita berpikir jangka panjang maka kita berani melakukan hal-hal besar. Kalau kita berfikirnya jangka pendek maka yang kita lakukan kecil-kecil.
Kita harus berpikir jangka panjang. Kita harus membayangkan bisa menjangkau semua guru yang ada di Indonesia. Dan IGI harus bisa membayangkan untuk bisa terus menerus merangsang putra-putri terbaik untuk menjadi guru di Indonesia. Karena disinilah sebenarnya harapan terbesar dititipkan.
Saya selalu katakan, pada guru persiapan masa depan kita titipkan. Cara kita menghargai guru adalah cara kita menghargai masa depan Bagaimana guru mendidik anak adalah potret masa depan bangsa kita dan kita berharap bahwa teman-teman di IGI memegang amanat ini dengan sebaik-baiknya. Dan saya setuju sekarang sudah bukan masanya lagi untuk memperkenalkan. IGI sudah dikenal. Yang sekarang adalah perlu memastikan kepercayaan para guru, kepercayaan stakeholder pada IGI dipertahankan.
Bapak ibu sekalian kita berharap nanti di Jakarta ini banyak hal yang bisa dikerjakan di tempat ini. Kita ingin terus menerus meningkatkan kualitas guru di Jakarta. Kita sudah siapkan beberapa rencana eksekusi. Nanti baru kita akan melakukan, tapi kita ingin pastikan sekalian bahwa di ibukota agenda agenda besar pendidikan dipersiapkan dari sekarang. Di kota ini tantangannya masih banyak. Ini mirip seakan-akan tempat yang siswanya jauh dari ibu kota, padahal berada di ibukota. Di sini kita masih menyaksikan angka putus sekolah yang sangat tinggi.
Ini baru bicara akses, belum bicara mutu. Tantangannya cukup besar. Hanya di Jakarta diuntungkan karena kota ini menerima imigran. Banyak sekali pendatang. Jumlah Anshar dan Muhajirin lebih banyak Muhajirin, sehingga kenapa permasalahan bisa tertutup.
Kalau di sebuah Tempat pendidikannya kurang bermutu, maka akan banyak yang putus sekolah. Lalu apa yang terjadi? Tenaga kerjanya akan kurang. Tetapi di Jakarta tidak pernah kurang karena diisi dari luar luar terus, sehingga yang putus sekolah di sini tidak nampak sebagai masalah karena diisi dari luar. Nanti hal ini segera kita bereskan.
Bapak Ibu sekalian. Saya sekali lagi saya mengucapkan selamat kepada bapak ibu semua yang mengikuti Rakernas ini. Saya berharap reformasi yang menghasilkan keputusan-keputusan penting untuk organisasi dan saya titip salam semuanya kepada para guru yang menjadi kolega Bapak Ibu di seluruh Indonesia. Sampaikan Salam hangat dan hormat dari Gubernur DKI Jakarta. Teruskan perjuangan, teruskan mendidik, jadilah penggerak, dan insyaallah Ini semua bukan saja memiliki dampak hari ini tapi dicatat sebagai amal shaleh bagi kita semua.
Dengan mengucap Bismillahirrohmanirrohim, pada hari ini, Kamis tanggal 27 September tahun 2018 rakornas Ikatan Guru INDONESIA tahun 2018 dengan resmi dibuka.
Terima kasih.
Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
(Catatan: 27092018 – Sambutan 10 menit ini dialihtulisankan oleh Sekjen IGI, Mampuono, dengan metode Menemu Baling, menulis dengan mulut dan membaca dengan telinga).
إرسال تعليق